Pendaftaran

PENDAFTARAN

H

ari itu tanggal 11 Juni 2014 pria berkaca mata umur 11 tahun, bernama Alfad Sabil Haq biasa dipanggil Abel/Alfad (Gue). Gue masuk di salah satu pesantren yang bertempat di Jawa Timur. Waktu itu gue baru lulus dari SD. Sebenernya sih, udah 3 hari yang lalu gue ada di perumahan dekat pesantren itu. Tapi Cuma daftar ke SMPnya dulu. Kalo mondoknya sih, masih 3 hari lagi katanya. Kebanyang kan rasanya masih SMP aja udah mondok, gimana nyucinya, nyetrika, masak, dll… Dulu waktu gue masih SD, semua itu dilaksanakan oleh nyokap gue. Tapi, setelah mondok semua itu harus gue lakuin sendiri. Oke, BACK TO THE TOPIC. Hari rabu pagi, gue berangkat dari perumahan ke pesantren bersama Bokap dan Temennya namanya Anta. Gue manggilnya Om Anta

Sampainya di pesantren, banyak santri berkeliaran di pinggir di tengah dan dimana – mana, kecuali di atas. Bokap masuk ke kantor pesantren, gue sama Om Anta nunggu di mobil. Setelah lama gue nunggu, akhirnya disuruh masuk ke kantor pesantren (Entah mau ngapain, gue gak tau). Setelah masuk gue disuruh duduk. Setelah  duduk gue liat pulpen yang nempel di meja yang dilengkapi dengan per. Gue maenin dah tuh pulpen. Ngeliat itu, petugas ngomong  “Dek, jangan dimainin!” buset gue kaget, malu, dan bilang “Oh iya, Mas. Maaf, ga ada pulpen kayak gini soalnya di rumah”. Petugas itu hanya tersenyum ke gue. Gue? Malu setengah mati. Tapi gue gak peduli dan gue langsung berikrar (Perjanjian bahwa gue adalah santri).

Acara berikrar selesai, kita keluar dan menuju ke rumah pengasuh pesantren (Biasa disebut Dhalem). Sampai di sana, ternyata pengasuh tidak ada di kediaman. Terus kita nunggu di depan Dhalem. Sambil nunggu, gue mikir dan bicara dalam hati “Pengasuh itu siapa? Setau gue yang ngasuh gue dari lahir sampe gede adalah bonyok (Bokap Nyokap).” Udah puas mikir dan nunggu lama, akhirnya pengasuh datang. Kita pun dipersilahkan masuk kedalam. Dan lagi, gue mainin barang. Tadi pulpen dan sekarang toples kues. Yah, seperti biasa. Kata Om Anta “Bel, jangan dimainin. Duduk yang sopan!” Dan dengan malu gue jawab “ya ya, sorry”. Om Anta sambal menjelaskan apa itu pengasuh dan siapa pengasuh. Semenjak itu gue tau kalau pengasuh itu adalah KYAI atau PEMILIK pesantren. Setelah salaman kami dikasih makan di dhalem.

Setelah keluar dari dhalem, kami langsung menuju ke gang khusus SMP (Kalo di sini asrama adalah gang). Sampai di sana kami menuju kantor wilayah gang dan bercakap-cakap.

 

 

 

Petugas Gang : Ya. Ada yang bisa saya bantu, Pak?

          Bokap               : Saya mau bertanya tentang kamar yang akan ditempati oleh anak saya yang baru mondok.

Petugas Gang : Oh, ya. Mari ikut saya

 

Kami pun mengikuti petugas itu ke sebuah kamar berukuran 3x3 meter (buset kecil banget) yang tanpa kasur (kirain ada kasur) dan hanya lantai ditambah ada beberapa lemari/loker (Kira- kira 20 lemari/loker) di atas lantai. Petugas itu mempersilahkan memilih lemari yang akan gue gunakan sebagai lemari untuk simpan barang dan baju gue.

 

Petugas Gang : Mari dek, dipilih lemarinya.

Gue                   : Ya, pak (Dih, SKSD).

 

Setelah puas memilih, gue milih lemari yang terletak di pojok kamar. Ayah pun diberi kunci lemarinya, dan disuruh pisah (karna kuncinya ada dua) satu buat gue, satu lagi buat  Ustadnya. Gue kira acara pemilihan udah selasai. EH… ternyata di suruh bayar Rp. 300.000 mahal bener nih lemari (loker). Kalian tau ukuran lemarinya berapa?. Gue sih gak tau jelas, tapi yang pasti gue yang kecil imut tengil, masuk ke dalam tuh lemari palingan pas. Kami pun berjalan ke mobil untuk mengambil sebuah koper merah besar dan menaruh di kamar untuk di move ke lemari kecil gue. Beberapa lama gue nunggu dan ngebantu, akhirnya selesai juga. Kami istirahat sebentar lalu kami beli minuman penyegar. Bokap pun pamit bersama temannya pulang(yah…sebentar doang) gue pun duduk sendiri di dekat tiang tanpa teman.